Kasus :
1.
Jenis-jenis kerusakan pada pekerjaan
beton bertulang dan jelaskan juga upaya penanganan terkait kerusakannya
tersebut (minimal 10 jenis kerusakan yang terjadi pada Pek.Lapisan Campuran
Beraspal)
2.
Jenis-jenis kerusakan pada pekerjaan
Lapisan Campuran Beraspal dan Jelaskan juga upaya penanganan terkait
kerusakannya tersebut (minimal 10 jenis yang terjadi pada Pek.Lapisan Campuran
Beraspal)
Pembahasan
Kasus I
Kerusakan Pada Beton
Bertulang
Dalam istilah dunia
konstruksi, kita mengenal beton bertulang. Beberapa jenis beton ini menggunakan reinforced concrete maupun prestressed concrete yang
menggunakan baja untuk strukturnya. Meskipun dalam pelaksanaan proses
konstruksi sudah dilakukan dengan sebaik mungkin, namun terkadang kerusakan
kecil bahkan besar bisa saja terjadi.
Seringkali, kerusakan yang
terjadi pada beton bertulang tidak dapat dihindarkan dikarenakan banyak faktor,
seperti faktor alam yang tak bisa dicegah maupun faktor kimiawi. Lebih
jelasnya, berikut ini akan dibahas beberapa penyebab kerusakan dan juga cara mengatasinya:
Jenis-Jenis kerusakan pada
beton bertulang :
1.
Retak (cracks)
Retak merupakan kejadian pecah pada
beton, berupa garis-garis panjang yang sempit. Retak ini biasa terjadi akibat
cuaca yang panas dan berangin. Jenis kerusakan ini sifatnya dangkal dan saling
berhubungan. Kerusakan akibat keadaan alam pada beton dengan steel structure (reinforced concrete) maupun prestressed concrete memang seringkali
tidak bisa dihindari. Dengan penanganan yang tepat, kerusakan ini tidak akan
menimbulkan permasalahan berarti bagi konstruksi.
2.
Lubang-lubang pada beton
bertulang (void)
Voids merupakan
istilah untuk menggambarkan kondisi kerusakan pada beton bertulang, berupa
lubang-lubang yang ukurannya relatif dalam dan lebar. Penyebabnya ialah proses
pemadatan yang dilakukan dengan vibrator yang kurang maksimal dan terlalu
sempitnya jarak antara bekisting dengan tulangan atau frame. Yang sering
terjadi adalah jarak antar tulang yang terlalu sempit hingga mortar tidak
bisa mengisi rongga atau pori-pori antara agregat kasar dengan sempurna.
3. Kelupasan dangkal pada permukaan (scalling/ erosion/spalling)
Kelupasan dangkal pada permukaan beton
bertulang merupakan jenis kerusakan yang umum terjadi. Penyebabnya ialah adanya
eksposisi yang berulang terhadap proses pembekuan dan pencairan hingga
permukaan beton bisa terkelupas (scalling). Ada pula
jenis kerusakan lain yang menyebabkan permukaan beton terkelupas, yakni spalling, yakni melekatnya material di permukaan bekisting yang
menyebabkan permukaan beton terkelupas.
4. Lekatan baja beton
Inilah jenis kerusakan lain yang umum
terjadi pada beton bertulang. Kerusakan ini sering terjadi pada komponen
struktur penunjang bangunan sipil. Perlu diketahui bahwa lekatan dipengaruhi
oleh tingkat kekasaran sebuah permukaan baja dan kualitas beton di sekitar
bagian tulangan. Jika kelekatan gagal terjadi atau kurang sempurna, maka akan
membuat menurunnya daya dukung pada struktur. Hal ini bsia menyebabkan
deformasi. Yang lebih parah bisa menyebabkan runtuhnya strukturkonstruksi.Penyebab
lain dari kegagalan kelekatan ialah adanya korosi pada tulangan, terjadinya
kebakaran, atau bisa jadi karena terlalu tipisnya selimut beton.
5. Adanya serangan kimia
Beberapa bahan kimia digunakan dalam
proses konstruksi beton tulangan, baik steel structure maupun baja.
Seperti penggunaan fly
ash pada campuran
beton yang berpotensi bisa memberi pengaruh pada beton terutama pada
lingkungan bersulat. Selain itu, adanya tegangan internal bisa juga terjadi
akibat dari mengembangnya unsur kimia tertentu pada beton, seperti Ca (OH)2
dengan unsur kimia penyerang.
6. Beton Hancur Sebagian
Peristiwa hancurnya sebagian pada
permukaan atau pada bagian tertentu pada beton sering terjadi pada beton yang
dalam komposisi pembuatannya tidak sesuai dengan campuran komposisi beton
bertulang yang seharusnya.
7.
Selimut Beton Terkelupas
Kerusakan seperti ini tergolong kerusakan kosmetik.
Maksudnya hanya penampilan yang mengalami kerusakan.
8. Spalling
Spalling adalah retak, pecah atau
chipping pada joint atau pula retak pinggir. Biasanya terjadi 0.6 meter dari
joint/retak pinggir. Spalling dapat menyebabkan lepas berpuing pada beton,
roughness, yang umumnya merupakan indicator kelanjutan kerusakan joint/retak.
Biasanya
spalling disebabkan oleh terlampauinya tegangan pada joint/retak yang
disebabkan infitrasi incompressible material dengan kelanjutan dari proses
expansi.
9. Deformasi
Deformasi adalah sembarang perubahan permukaan beton dan bentuk aslinya. Penyebab dari deformasinya
beton adalah :
·
Beban lalu lintas.
·
Pengaruh lingkungan, atau
pengaruh lain seperti : tanah pondasi mudah mengembang, mudah membeku atau
penurunan tanah pondasi yang berlebihan.
·
Retakan pelat beton atau
gerakan relatif diantara pelat-pelat. Deformasi mengurangi kualitas kenyamanan
kendaraan dan dapat menimbulkan genangan air yang menambah kemungkinan
air masuk ke celah beton. Genangan air ini juga dapat
mengakibatkan kecelakaan.
10. Penurunan pondasi
Pada sebagian konstruksi, kondisi tanah
kurang mendukung untuk bangunan yang kokoh dan berkualitas. Beberapa kasus yang
terjadi ialah daya dukung tanah tidak seragam pada sebagian lingkungan
bangunan. Hal inilah yang menjadikan perbedaan dan penurunan pondasi. Sedangkan
komponen yang sering rusak ialah pada dinding pengisi.
Upaya
Penanganan Kerusakan
1.
Patching
Untuk
spalling yang tidak terlalu dalam (kurang dari selimut beton) dan area yang
tidak luas, dapat digunakan metode patching
Metode
perbaikan ini adalah metode perbaikan manual, dengan melakukan penempelan
mortar secara manual. Pada saat pelaksanaan yang harus diperhatikan adalah
penekanan pada saat mortar ditempelkan; sehingga benar-benar didapatkan hasil
yang padat
Material
yang digunakan harus memiliki sifat mudah dikerjakan, tidak susut dan tidak
jatuh setelah terpasang (lihat maksimum ketebalan yang dapat dipasang tiap
lapis), terutama untuk pekerjaan perbaikan overhead. Umumnya yang dipakai
adalah monomer mortar, polymer mortar dan epoxy mortar
2.
Grouting
Sedang
pada spalling yang melebihi selimut beton, dapat digunakan metode grouting,
yaitu metode perbaikan dengan melakukan pengecoran memakai bahan non-shrink
mortar
Metode
ini dapat dilakukan secara manual (gravitasi) atau menggunakan pompa. Pada metode perbaikan ini
yang perlu diperhatikan adalah bekisting yang terpasang harus benar-benar
kedap, agar tidak ada kebocoran spesi yang mengakibatkan terjadinya keropos dan
harus kuat agar mampu menahan tekanan dari bahan grouting
Material
yang digunakan harus memiliki sifat mengalir dan tidak susut. Umumnya digunakan
bahan dasar semen atau epoxy
3. Shotcrete
Apabila
spalling yang terjadi pada area yang sangat luas, maka sebaiknya digunakan
metode Shot-crete. Pada metode ini tidak diperlukan bekisting lagi seperti
halnya pengecoran pada umumnya
4.
Memperpendek bentang dari
struktur dengan konstruksi beton ataupun dengan konstruksi baja
Tujuannya
adalah memperkecil gaya-gaya dalam yang terjadi, tetapi harus dianalisa ulang
akibat dari perpendekan bentang ini yang menyebabkan perubahan dari gaya-gaya
dalam tersebut. Umumnya dilakukan dengan menambah balok atau kolom baik
dari beton maupun dari baja.
5.
Memperbesar dimensi
daripada konstruksi beton
Umumnya
digunakan beton sebagai material untuk memperbesar dimensi struktur; dengan
adanya admixture beton generasi baru, dimungkinkan untuk menghasilkan beton
yang dapat memadat sendiri (self compacting concrete), dibahas di bagian 4 –
Self Compacting Concrete. Akibat dari penambahan dimensi tersebut, maka
harus diperhatikan bahwa secara keseluruhan beban dari Bangunan tersebut
bertambah, sehingga harus dilakukan analisa secara menyeluruh dari struktur
atas sampai pondasi.
6.
Menambah pelat baja
Tujuan
dari penambahan ini adalah untuk menambah kekuatan pada bagian tarik dari
struktur Bangunan. Didalam penambahan plat baja tersebut, harus dijamin
bahwa plat baja menjadi satu kesatuan dengan struktur yang ada, umumnya untuk
menjamin lekatan antara plat baja dengan struktur beton digunakan epoxy
adhesive.
7.
Melakukan external
prestressing
Dengan
metode ini, kapasitas struktur ditingkatkan dengan melakukan prestress di luar
struktur, bukan didalam seperti pada struktur baru. Yang perlu
diperhatikan adalah penempatan anchor head, sehingga tidak menyebabkan
perlemahan pada struktur yang ada. Material yang umumnya digunakan
adalah baja prestress, tetapi pada saat ini sudah mulai digunakan bahan dari
FRP (Fibre Reinforced Polymer
8.
Mengunakan FRP (Fibre
Reinforced Polymer
Prinsip
daripada penambahan FRP sama seperti penambahan plat baja, yaitu menambah
kekuatan di bagian tarik dari struktur. Tipe FRP yang sering dipakai
pada perkuatan struktur adalah dari bahan carbon, aramid dan glass. Bentuk FRP
yang sering digunakan pada perkuatan struktur adalah Plate / Composite dan
Fabric / Wrap. Bentuk plate lebih efektif dan efisien untuk perkuatan
lentur baik pada balok maupun plat serta pada dinding; sedang bentuk wrap lebih
efektif dan efisien untuk perkuatan geser pada balok serta untuk meningkatkan
kapasitas beban axial dan geser pada kolom
Pembahasan
Kasus II
Kerusakan
pada pekerjaan Lapisan Campuran Beraspal
1.
Retak
Buaya (Alligator Cracks)
Retak
kulit buaya adalah retak yang berbentuk sebuah jaringan dari bidang bersegi
banyak (poligon) kecil-kecil menyerupai kulit buaya, dengan lebar celah lebih
besar atau sama dengan 3 mm. Ukuran retak yang saling berhubungan berkisar
antara 2,5 cm – 15 cm.
Faktor
penyebab kerusakan :
a. Kegagalan
lapis permukaan atau lapis pondasi akibat beban berulang-ulang.
b. Defleksi
berlebih dari lapis permukaan.
c. Daya
dukung tanah dasar rendah
d. Gerakan
satu atau lebih lapisan yang berada di bawah.
e. Modulus
dari material lapis pondasi (base) rendah.
f.
Lapis pondasi atau lapis aus terlalu
getas.
g. Kelelahan
(fatigue) dari permukaan.
h. Pelapukan
permukaan, tanah dasar atau bagian perkerasan di bawah lapis permukaan kurang
stabil
i.
Bahan lapis pondasi dalam keadaan jenuh
air, karena tanah air naik.
2.
Retak
Kotak-Kotak (Block Cracking)
Retak
blok ini berbentuk blok-blok besar yang saling bersambungan, dengan ukuran sisi
blok 0,20 sampai 3 meter, dan dapat membentuk sudut atau pojok yang tajam.
Faktor
penyebab kerusakan :
a. Perubahan
volume atau penyusutan campuran aspal yang mempunyai kadar agregat halus tinggi
dari aspal penetrasi rendah dan agregat yang mudah menyerap (odsorptive
aggregate).
b. Pengikat
aspal bersifat relatif getas/kaku
c. Pengaruh
siklus temperatur harian dan pengerasan aspal.
d. Sambungan
dalam lapisan beton yang berada di bawahnya.
e. Retak
akibat kelelahan (fatigue) dalam lapis aus aspal.
3.
Cekungan
(Bumb and Sags)
Benjol
adalah gerakan atau perpindahan ke atas, bersifat lokal dan kecil, dari
permukaan perkerasan aspal, sedangkan penurunan (sags) yang juga berukuran
kecil, merupakan gerakan kebawah dari permukaan perkerasan (shahin, 1994) /
(christady, 2015). Bila distori dan perpindahan yang terjadi dalam area yang
luas dan menyebabkan naiknya area perkerasan secara luas, maka disebut
“mengembang” (swelling).
Faktor
penyebab kerusakan :
a. Tekukan
atau penggembungan dari perkerasan plat beton dibagian bawah yang diberi lapis
tambalan (overlay) dengan aspal.
b. Kenaikan
oleh pembekuan es (lensa-lensa es)
c. Infiltasi
dan penumpukan material dalam retakan yang diikuti dengan pengaruh beban
lalu-lintas.
4.
Keriting
(Corrugation)
Bergelombang
atau keriting adalah kerusakan oleh akibat terjadinya deformasi plastis yang
menghasilkan gelombang-gelombang melintang atau tegak lurus arah perkerasan
aspal. Gelombang-gelombang terjadi pada jarak yang relatif teratur, dengan
panjang kerusakan kurang dari 3 meter di sepanjang perkerasan. Gelombang sering
terjadi pada titik-titik yang banyak mengalami tegangan horisontal tinggi,
dimana lalu-lintas mulai bergerak dan berhenti. Pada jalan di bukit, keriting
terjadi akibat kendaraan mengerem saat turun, pada belokan tajam atau
persimpangan.
Faktor
penyebab kerusakan :
a. Aksi
lalu-lintas yang disertai dengan tidak stabilnya lapis permukaan atau lapis
pondasi.
b. Kadar
air dalam lapis pondasi granuler (granular base) terlalu tinggi, sehingga tidak
stabil.
5.
Amblas
(Depression)
Amblas
adalah penurunan perkerasan yang terjadi pada area terbatas yang dapat diikuti
dengan retakan. Penurunan ditandai dengan adanya genangan air pada permukaan
perkerasan yang membahayakan lalu-lintas yang lewat
Faktor
penyebab kerusakan :
a. Beban
lalu-lintas berlebih.
b. .
Penurunan sebagian dari perkerasan akibat lapisan di bawah perkerasan mengalami
penurunan.
6.
Retak
Pinggir (Edge Cracking)
Retak
pinggir biasanya terjadi sejajar dan kadang-kadang melengkung di pinggir
perkerasan dengan jarak sekitar 0,3 – 0,6 meter dari pinggir. Retak ini
berkembang dari pinggir dan kemudian hari akan berkelompok membentuk retak
kulit buaya. Retak ini terjadi akibat dukungan material pada bahu yang lemah
atau kelembaban air yang terlalu tinggi. Akibat pecah di pinggir perkerasan,
maka bagian ini menjadi tidak beraturan.
Faktor
penyebab kerusakan :
a. Kurangnya
dukungan dari arah lateral (dari bahu jalan).
b. Drainase
kurang baik.
c. Kembang
susut tanah di sekitarnya.
d. Bahu
jalan turun terhadap permukaan perkerasan
e. Seal
coat lemah, adhesi permukaan ke lapis pondasi (base) hilang
f.
Konsentrasi lalu-lintas berat di dekat
pinggir perkerasan.
g. Adanya
pohon-pohonan besar di dekat pinggir perkerasan
7.
Retak
Sambung (Joint Reflec Cracking)
Retak
ini umumnya terjadi pada permukaan perkerasan aspal yang telah di hamparkan di
atas permukaan perkerasan beton semen portland (Portland Cement Concrete, PCC).
Retak terjadi pada tambalan (overlay) aspal yang mencerminkan pola retak dalam
perkerasan beton lama yang berada di bawahnya. Jadi, retakan ini terjadi pada
lapis tambalan dalam perkerasan aspal, dimana retak pada lapisan lama belum
sempurna diperbaiki. Pola reta dapat ke arah memanjang, melintang, diagonal
atau membentuk blok.
Faktor
penyebab kerusakan :
a. Gerakan
vertikal atau horizontal pada lapisan di bawah lapis tambalan, yang timbul
akibat ekspansi dari kontraksi saat terjadi perubahan temperatur atau kadar air
b. Gerakan
tanah pondasi.
c. Hilangnya
kadar air dalam tanah dasar yang kadang lempungnya tinggi
8.
Pinggir
Jalan Turun Vertikal (Line/Shoulder Dropp Off)
Jalur/bahu
jalan turun vertikal adalah beda elevasi antara pinggir perkerasan dan bahu
jalan. Bahu jalan turun relatif terhadap pinggir perkerasan. Hal ini tidak
penting dipertimbangkan bila selisih tinggi bahu dan perkerasan kurang dari 10
– 15 mm.
Faktor
penyebab kerusakan :
a. Lebar
perkerasan kurang.
b. Bahu
jalan dibangun dengan material yang kurang tahan terhadap erosi dan abrasi.
c. Penambahan
lapis permukaan tanpa diikuti penambahan permukaan bahu jalan.
9.
Retak
Memanjang/Melintang (Longitudinal and Transverse Cracking)
Retak
berbentuk memanjang pada perkerasan jalan, dapat terjadi dalam bentuk tunggal
atau berderet yang sejajar, dan kadang-kadang sedikit bercabang.
Faktor
penyebab kerusakan :
a. Gerakan
arah memanjang oleh akibat kurangnya gesek internal dalam lapis pondasi (base)
atau tanah dasar, sehingga lapisan tersebut kurang setabil.
b. Adanya
perubahan volume tanah didalam tanah dasar oleh gerakan vertikal.
c. Penurunan
tanah timbunan atau bergeraknya lereng timbunan. Lebar celah bisa mencapai 6
mm, sehingga memungkinkan adanya infiltrasi air dari permukaan
d. Adanya
penyusutan semen pengikat pada lapis pondasi (base) atau tanah dasar.
e. Kelelahan
(fatigue) pada lintasan roda
f.
Pengaruh tegangan termal (akibat perubahan
suhu) atau kurangnya pemadatan.
g. Ikatan
yang buruk pada sambungan pelaksanaan.
10. Kegemukan
Kerusakan kegemukan yang
dimaksudkan berupa permukaan jalan aspal yang menjadi licin. Kerusakan ini
terjadi saat temperatur naik sehingga aspal menjadi lunak dan jejak roda
kendaraan akan membekas pada permukaan lapisan jalan. Kerusakan yang disebut
kegemukan ini biasanya terjadi pada jalan aspal yang menggunakan kadar aspal
tinggi pada campuran aspal atau dikarenakan pemakaian aspal yang terlalu banyak
pada tahapan prime coat. Kerusakan jenis ini biasanya dapat diatasi dengan
menghamparkan atau menaburkan agregat panas yan kemudian dipadatkan. Atau bisa
juga dilakukan pengangkatan lapisan aspal dan lantas diberi lapisan penutup.
Upaya
Penanganan Kerusakan
1.
P1
Penebaran pasir (Sanding)
Jenis
kerusakan :
a. Kegemukan.
Penanganan
:
a.
Tetapkan daerah yang akan ditangani.
b.
Tebarkan pasir kasar (ukuran lebih besar
dari 5 mm).
c.
Ratakan dengan sapu.
2.
P2
Laburan Aspal Setempat (Local Sealing)
Jenis
kerusakan :
a. Retak
garis atau retak memanjang/melintang untuk retak halus (< 2 mm) dan jarak
antara retakan renggang.
b. Retak
rambut.
Penanganan
:
a.
Bersihkan bagian yang akan ditangani.
Permukaan jalan harus bersih dan kering
b.
Beri tanda persegi pada daerah yang akan
ditangani, dengan cat atau kapur
c.
Semprotkan aspal emulasi sebanyak 1,5
kg/m2 pada bagian yang sudah diberi tanda sehingga merata.
d.
Tebarkan pasir kasar atau agregat halus,
dan ratakan hingga menutup seluruh daerah yang ditangani
e.
Bila digunakan agregat halus, padatkan
dengan alat pemadat ringan
3.
P3
Melapis Retakan (Crack Sealing)
Jenis
kerusakan :
a. Retak
garis atau retak memanjang/melintang untuk retak halus (< 2 mm) dan jarak
antara retakan rapat.
Penanganan
:
a.
Bersihkan bagian yang akan ditangani.
Permukaan jalan harus bersih dan kering.
b.
Beri tanda daerah yang akan ditangani,
dengan cat atau kapur.
c.
Buat campuran aspal emulasi dengan
pasir, dengan perbandingan :
1)
Pasir : 20 liter
2)
Aspal emulasi : 6 liter
Aduk campuran tersebut hingga merata
d.
Tebar dan ratakan campuran tersebut pada
seluruh daerah yang sudah diberi tanda.
4.
P4
Mengisi Retakan (Crack Filling)
Jenis
kerusakan :
a.
Retak garis atau retak
memanjang/melintang untuk retak lebar (> 2 mm).
Penanganan
:
a. Bersihkan
yang akan ditangani. Permukaan jalan harus bersih dan kering.
b. Isi
retakan dengan aspal minyak panas.
c. Tutup
retakan yang sudah diisi aspal dengan pasir kasar.
5.
P5
Penambalan Lubang (Patching)
Jenis
kerusakan :
a. Lubang
dengan kedalaman > 20 mm.
b. Retak
kulit buaya > 2 mm.
c. Alur
dengan kondisi cukup parah.
d. Retak
penggir.
e. Keriting
dengan kondisi sudah parah.
f. Mengembang
jembul dengan kondisi parah.
g. Amblas
dengan kedalaman > 50 mm.
Penanganan
:
a. Buat
tanda persegi pada daerah yang akan ditangani dengan cat atau kapur. Tanda
persegi tersebut harus mencakup bagian jalan yang baik.
b. Gali
lapisan jalan pada daerah yang sudah diberi tanda persegi ,hingga mencapai
lapisan yang padat.
c. Tepi
galian harus tegak, dasar galian harus rata dan mendatar.
d. Padatkan
dasar galian.
e. Isi
lubang galian dengan bahan pengganti, yaitu :
1) Bahan
lapis pondasi agregat.
2) Atau
campuran aspal dingin
f. Padatkan
lapis demi lapis. Pada lapis terakhir, lebihkan tebal bahan pengganti sehingga
diperoleh permukaan akhir yang padat dan rata dengan permukaan jalan.
g. Lakukan
laburan aspal setempat di atas lapisan terakhir.
6.
P6
Perataan (Levelling)
Jenis
kerusakan :
a. Alur
dengan kondisi ringan.
b. Keritingan
dengan kondisi ringan.
c. Lubang
dengan kedalaman < 20 mm.
d. Mengambang
jembul dengan kondisi ringan.
e. Amblas
dengan kedalaman < 50 mm.
Penanganan
:
a. Bersihkan
bagian yang akan ditangani. Permukaan jalan harus bersih dan kering.
b. Beri
tanda daerah yang akan ditangani, dengan cat atau kapur.
c. Siapkan
campuran aspal dingin (cold mix).
d. Semprotkan
lapis perekat (tack coat) dengan takaran 0,5 kg/m2.
e. Tebarkan
campuran aspal dingin pada daerah yang udah ditandai. Retakan dan lebihkan
ketebalan hamparan kira-kira 1/3 dalam cekungan.
f. Padatkan
dengan mesin penggilas hingga rata.
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/15045/g.%20BAB%20III.pdf?sequence=7&isAllowed=y